Seperti biasa….
Sekitar jam tujuh pagi –karena aku memang tidak pernah tepat jam tujuh- aku memulai aktifitas hari ini. Mitsubishi L-200 Strada yang setia menemaniku selama aktifitas di sini, menderu mengiringi Bismillah-ku. Orang kebun yang hendak menumpang ke kebun sudah menunggu sedari tadi di jalan depan rumah. Jalan di depan cukup curam, jadi kami ekstra hati-hati saat keluar gerbang. Berhenti sebentar untuk memberi kesempatan orang kebun naik di bak kendaraan. Beberapa diantaranya membawa jerigen duapuluh literan sebagai tempat menampung ‘cap tikus’. Minuman keras khas minahasa hasil permentasi dari pohon aren. Di sini menjadi salah satu mata pencaharian. Memasuki bulan Desember ini para pengusaha ‘cap tikus’ harus meningkatkan kapasitas produksinya karena tingginya permintaan untuk persiapan natal dan tahun baru. Minuman ini biasanya dihidangkan bersama bir, kesegaran, coca cola, sprite dan lain lain kepada tamu-tamu yang datang ke rumah. Maka berpestalah mereka dengan mabuk dan musik jeb ajeb. Begitulah mereka melewati hari-hari bahagia mereka.
Melintasi jalan desa yang sudah diaspal, sumbangsih dari perusahaan tambang sebagi wujud dari tanggung jawab social perusahaan, corporate social responsibility, beberapa penduduk desa yang bekerja di tambang banyak ditemui di pinggir jalan menunggu bus jemputan karyawan. Demi menjaga hubungan baik, kami senantiasa mengucapkan selamat pagi dengan klakson atau lambaian tangan saat melintasi di depan mereka.
Pemandangan di sepanjang jalan yang kulalui saat memasuki areal tambang, bahkan mulai dari ujung kampung, berangkat atau pulang, selalu terlihat indah. Jalanan kerikil yang sempit, kadang mendaki kadang menurun, terjal denganderetan pohon kelapa di kiri kanan jalan. Diselingi rimbunnya ilalang dan satu dua kebun masyarakat kampung. Di sini yang disebut kampong untuk ukuran di jawa secara administratif adalah sebuah desa dengan kepala pemerintahannya disebut Hukum Tua. Dalam panggilan sehari-hari biasanya disingkat ‘kum tua’. Sangat logis dan beralasan, dengan daerah luas dan berbukit, jumlah penduduk yang masih sedikit, tersebar berjauhan di setiap pelosok, maka pemekaran wilayah menjadi tuntutan alami dalam menjaga efektifitas dan efesiensi pemerintahan daerah. Akibatnya jumlah penduduk sebuah desa sama dengan ukuran kampung di jawa. Di bawah desa ada ‘Jaga’ dipimpin oleh ‘kepala jaga’. Mirip-mirip RT kalau di Jawa. Bisa mencapai enam Jaga dalam sebuah Desa. Bisa dibayangkan seperti apa kehidupan bermasyarakat di sana. Ketaatan masyarakat kepada pemerintah sangat terlihat. Apa ada di daerah lain yang setiap pemuda desanya bergiliran menaikan bendera merah putih setiap pagi dan menurunkannya setiap sore? Kegiatan itu disini disebut ‘jaga negeri’. Hebat.
Perjalanan pagi ini sampai di Pos Masuk areal tambang. Setiap yang masuk mengalami pemeriksaan dan melengkapinya dengan peralatan standar keselamatan di areal tambang. ID card, rompi, helmet, safety shoes dan kaca mata. Tapi, biasanya pada saat masuk sih tidak terlalu dipermasalahkan kecuali saat bekerja.Untuk kendaraan wajib memakai lampu rotary. Kendaraan yang biasa masuk harus terregistrasi yang ditandai dengan stiker temporary di kaca depan. Yaitu stiker warna dengan hurup ‘T’ yang diperbaharui setiap enam bulan. Sama seperti halnya ID card.
Semua penumpang kendaraan turun dan melewati pemeriksaan dengan sistim random check. Setiap orang mengambil kartu dalam kotak yang diletakkan lebih tinggi dari kepala. Jika dapat kartu merah berarti dia harus melewati metal detector. Jika dapat kartu hijau, silahkan terus. Silahkan kembali jika tertangkap tidak membawa ID card.
Memasuki areal tambang, ini adalah bagain yang paling menyenangkan dalam aktifitas harianku, mataku dimanjakan oleh pemandangan luar biasa indah –dan tidak pernah membosankan karena selalu menampilkan view yang berbeda setiap hari walaupun landskapnya sama- dari dataran tinggi toka tindung. Yang akan selalu aku ingat dan selalu aku nanti adalah sesaat setelah melewati pos alfa tadi, pemandangan Gunung Dua Saudara yang menjulang berdampingan berbingkai pohon kelapa tinggi di kiri kanan jalan. Kontur gunung begitu terlihat. Bukit-bukit kecil ‘kano-kano’ di depanya yang hijau laksana permadani membungkus gundukan bukit menambah semarak pemandangan setiap pagi. Seorang kawanku berseloroh dengan mengkhayalkan enaknya bisa berguling-guling di atas hamparan kano-kano tersebut. Padahal kalau didekati hamparan kano-kano tersebut adalah ilalang setinggi orang dewasa.
Yang tidak kalah menariknya adalah hamparan pohon kelapa di bawah sana, di sebelah kiri jalan yang selalu terlihat hijau sepanjang tahun. Dari jauh terlihat berbatasan langsung dengan bibir laut pasifik. Terlihat jelas dari atas sini pesisir pantai Kalinaun, Rondor dan sebagain kawasan laut Batu Putih serta pulau kecil di sekitarnya. . Lokasi tambang tempatku bekerja saat ini memang berada persis di ujung utara pulau Sulawesi.
Sungguh, belum pernah kutemui pemandangan seperti ini selama hidupku. Pemandangan laut dan gunung dalam satu paket. Dan, berngkat kerja pun menjadi sangat menyenangkan. Kurasakan seperti berangkat piknik
Sekitar empat puluh lima menit kemudian –lagi lagi aku memang tidak pernah tepat waktu- sejak jam keberangkatan tadi, aku sampai di lokasi kerja. kicau burung di hutan sekitar lokasi kerja menyambutku saat aku membuka pintu mobil. Dan perjuangan hari ini pun di mulai……